Telinga dan Tangan Ibu


Berada bersama ibu begitu menenangkan. Sebab rasanya ibu tak pernah lelah menjadi ‘telinga terbaik’ bagi setiap cerita yang mengalir deras dari mulut saya, setiap kali sampai di rumah, selesai beraktifitas seharian. Ibu tak perlu bertanya apapun, saya akan duduk manis berlama-lama di kamarnya, menumpahkan segala yang telah memenuhsesakkan dada ini. Saya tak pernah berpikir sebelumnya, bahwa celoteh saya saat itu bisa jadi akan menambah lelah dan memberatkan beban yang sudah menggelantung di pundak ibu. Tapi senyumnya tetap melipur hati, seolah letih itu tak ada.
Hari itu, saya begitu tergesa sampai di sekolah, hampir saja terlambat. Pagi-pagi sekali, tidak seperti biasanya, saya telah ikut sibuk membereskan banyak sekali barang. Sekitar pukul tujuh, saya dan ibu telah berada di sebuah lobby hotel terkenal di Jakarta. Hari itu, untuk yang pertama kalinya, saya berhadapan dengan sekian banyak turis yang berseliweran dengan wajah-wajah penuh antusias memandangi, melihat-lihat, dan bercakap-cakap dengan kami-para penjaja barang dagangan di stand bazaar. Kali itu, saat yang istimewa bagi ibu, hari pertama menjadi peserta bazaar yang dihadiri para turis maupun pekerja asing. Saya pun tak kalah semangatnya, sepanjang siang di sekolah tak henti-hentinya tersenyum-senyum sendiri, sampai teman sebangku saya-Rani namanya-rasanya sudah begitu bosan mendengar celotehan saya tentang pengalaman pagi itu. Menyaksikan dan terkikik geli mendengar ibu bercakap-cakap dengan para pembeli. Ngawur, tapi tetap saja ngotot. Padahal ibu tak bisa berbahasa Inggris.

Saya rasa Allah telah menganugerahkan ibu sepasang ‘tangan ajaib’. Saya ingat, belasan tahun lalu, saat saya duduk di bangku SD, rumah kami penuh dengan pernak-pernik. Saat itu, puluhan gulung pita berwarna-warni menumpuk di sudut kamar. Berjejeran pula berlembar-lembar karton tebal, busa, serta tumpukan kain. Saat itu, saya selalu senang memandangi dan bermain-main di ‘pojok berantakan’ milik ibu. Kedua tangannya telah menghasilkan barang-barang yang begitu menarik di mata saya. Saat itu, saya dengan gembira menyambut tawaran ibu untuk menjadi ‘asistennya’. Dan saya pun asyik bergumul dengan plastik-plastik kecil, membukanya kemudian memasukkan pita rambut warna-warni hasil karya ibu, dan menjepitnya dengan stapler. Hanya itu. Ibu tak memperkenankan saya untuk menyentuh ‘tempat foto’ cantik buatannya, yang digantung berjejer di dinding mar. Belum lagi tumpukan souvenir pesta pernikahan, entah ada berapa ratus. Kegembiraan saya berada di antara benda-benda menarik itu seperti membuat saya lupa, bahwa saya sering menemukan ibu terkantuk-kantuk duduk di ‘meja operasi’nya sampai tengah malam, menyelesaikan pesanan.

Ibu telah menghabiskan entah berapa bagian waktu dalam hidupnya untuk menjadi ‘ember’ ternyaman bagi diri saya. Di sanalah saya menumpahkan segala macam hal yang sering membuat ibu tersenyum geli, tertawa, atau mungkin juga turut bersedih atas apa yang saya alami. Ajaibnya, kini saya tak lagi perlu memulai percakapan itu. Sepertinya ibu telah mengetahui segala isi hati saya, tanpa perlu saya ungkapkan. Begitukah seorang ibu? Saya sempat berpikir, tak usahlah lagi menceritakan segala hal padanya. Mungkin itu hanya akan menambah lelahnya. Saya memutuskan untuk berhenti berceloteh pada ibu, toh saya sudah dewasa, dan tak lagi pantas memberatkannya dengan hal-hal tak penting macam celotehan itu. Namun hari itu, ibu menelpon saya ke kantor dan menegur saya, “Ta, kapan kamu ke rumah? Kita kan udah lama nggak cerita-cerita…”

Ibu tak hanya pendengar setia bagi celoteh anaknya, namun ia juga telah memberi dan mengajarkan saya banyak hal melalui kedua ‘tangan ajaib’nya. Ia mengajarkan saya untuk selalu berusaha menjadi pendengar yang baik bagi orang lain, melalui mimik wajah serta kalimat-kalimatnya menanggapi setiap perkataan yang saya ucapkan. Saya belajar, bahwa setiap perhatian kecil yang diberikan kepada seorang anak, maka yang tersimpan padanya adalah sebuah kasih sayang besar dan keyakinan bahwa ia disayangi. Saya belajar, bahwa kedua tangan anugerah Allah ini, adalah modal bagi kerja keras yang harus dilakukan demi orang-orang tercinta, keluarga. Entah apapun yang dapat diperbuat.

Saya tak heran, betapa banyak teman dan relasi bisnis yang ibu miliki sekarang. Banyak pula kerabat dekat yang betah berlama-lama mengobrol dengan ibu. Tak sedikit orang yang mengagumi ‘bakat’ yang mereka katakan terhadap keterampilan yang ibu miliki. Ibu menyebutnya hobi, tapi saya memahaminya sebagai cara ibu bersenang-senang dengan ‘tuntutan’ padanya untuk membantu ayah membiayai keluarga. Seringkali lelah membayang dalam raut wajah ibu, namun tak jarang saya mendapatinya berbinar kala ‘tangan ajaib’nya telah berhasil ‘menciptakan’ karya baru.

Sekarang ini, adalah giliran saya untuk menjadi ‘telinga terbaik’ bagi ibu sampai hari tuanya nanti, dan mempersembahkan hasil yang dapat saya raih dari kedua belah tangan ini untuk membahagiakannya.

Sumber: Eramuslim.com

Titip Ibuku Ya Allah


" Nak, bangun... udah adzan subuh. Sarapanmu udah ibu siapin di meja..."

Tradisi ini sudah berlangsung 21 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Kini usiaku sudah hampir menginjak kepala 3 cuman beberapa tahun lagi sekarang umur aq dah mo umur 27 tahun dan aku jadi seorang karyawan disebuah Perusahaan swasta, tapi kebiasaan Ibu tak pernah berubah.

" Ibu sayang... ga usah repot-repot Bu, aku udah dewasa"

Pintaku pada Ibu pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah. Pun ketika Ibu mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya. Ingin kubalas jasa Ibu selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa Ibu mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah
artikel yang kubaca .... orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak ..... tapi entahlah.... Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih. Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa.

Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya, " Bu, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang bikin Ibu sedih ? "


Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana . Terbata-bata Ibu berkata, " Tiba-tiba Ibu merasa kalian tidak lagi membutuhkan Ibu. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri ".

Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka dirii melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.

Diam-diam aku bermuhasabah. .. Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putera putrinya ? Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, " Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan . Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu. Kalian berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Ibu . Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."

Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, " Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu. "

Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Ibuku untuk "cuti" dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepada pembantu. Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Pukul 3 dinihari Ibu bangun dan membangunkan kami untuk tahajud. Menunggu subuh Ibu ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku dan adik-adik sering tertidur lagi... Ah, maafin kami Ibu .... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat Ibu lelah.. Sanggupkah aku ya Allah ?

" Nak... bangun nak, udah azan subuh ... sarapannya udah Ibu siapin dimeja.. " Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan, " Terimakasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu...". Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. .. Cintaku ini milikmu, Ibu... Aku masih sangat membutuhkanmu. .. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..

Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "aku sayang padamu... ", namun begitu, Rasulullah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai karena Allah.

Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita ... Ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada. Percayalah.. kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.

Inspiration by raja Gembel

Nyandu Internet


Nyandu Internet, bisa kitu…?
Panalungtikan anu dipigawé anyar-anyar ieu nyebutkeun yén hiji jalma anu nyandu surélék (e-mail) sarta telefon ngalaman panurunan IQ, leuwih ti dua kali lipet panurunan alatan nyandu ganja. Panalungtikan anu dipigawé ku Institute of Psychiatry manggihan yén pamakéan téknologi nurunkeun inteligensi pagawé. Tingkat panurunanana ngahontal sapuluh poin atawa dua kali lipet leuwih badag ti panalungtikan ka pecandu ganja. Leuwih ti satengah total responden anu sakabehna 1.100 jelema, ngomong yén maranéhanana sok némbalan surélék sagancangna. Paneliti ngomong yén jumlah pacandu anu teu kabendung baris nurunkeun konsentrasi/katajeman mental pagawé. Nurutkeun manéhna, maranéhanana anu ngarasa kudu gura-giru ngabales surélék atawa SMS anu maranéhanana tarima baris ngalaman gangguan. kawas jelema anu kurang saré ti peuting.

Lamun dianalisis, téknologi memang bisa ngaronjatkeun produktifitas. Tapi saprak kapanggih éfék sampingna, timimiti ayeuna, pamaké téknologi kudu diajar pikeun nangtukeun iraha kudu leupas ti telefon sarta computer. Lamun digunakeun kalayan bener, téhnologi internet tangtu ngahasilkeun hal nu positif. Anjeun bisa kalayan gampang néangan informasi anu hayang dipikanyaho. Kalayan ngan ngetikeun kecap dina mesin pamaluruh (Search Engine), aya loba loka ramat anu dirujuk ngeunaan informasi kasebut. Ayana surélék, bisa ngirim surat pikeun batur kalayan gancang sarta gampang. Chatting room ngamungkinkeun anjeun pikeun berkomunikasi ka loba jelema anu pajauh. Hadirna loka raramat sosial anu keur rame ayeuna ieu, kawas facebook atawa friendster,

Tapi, hal positif ti internet tétéla bisa ngakibatkeun goréng lamun dipaké sacara henteu tanggung jawab. Loba anu katagihan atawa nyandu internet. Maranéhanana betah lila di hareupeun komputer, poho kana kawajiban maranéhanana anu leuwih penting kawas dahar, mandi, komo deui bisa horéam pikeun barudak diajar. Salah sahiji cukang lantaran barudak nu mikaresep internet alatan maranéhanana meunangkeun hiji pangalaman anyar sarta maranéhanana bisa meunangkeun kenyamanan. Atawa, maranéhanana meunang hiji hal ti dunya maya anu henteu beunang di dunya nyata. Di dunya maya, manéhna bisa jadi naon wae anu dipikahayang.

Dina ngagunakeun internet, urang kudu ngabatesan sarta ngatur waktu pikeun ngajalajah dunya maya. Kalayan ku sagala rupa cara, Anjeun bisa ngatur waktu sakitu rupa keur nyingkahan nyandu ka internet. Loba gaul babarengan jeung babaturan aranjeun di luar imah dibandingkeun nyorangan waé di imah. Jieun diri anjeun tumaninah dina ngalakukeun sakabeh kagiatan, salian ti ngaksés internet. Sabot anjeun istirahat atawa ngabogaan waktu lowong , jauhkeun sagala pakarang/alat anu matak bisa ngaksés internet ambéh anjeun teu gampang internetan dina waktu ngarasakeun reureuh. Anggap sawatara hal minangka hiji hal anu leuwih penting batan anjeun internetan. Ku ayana kitu, Anjeun bisa nyingkahan nyandu ka internet.***

PLTU ( Pembangkit Listrik Tenaga Ucing )


Kakara ogé saminggu bulan puasa téh, lembur Cigorowék geus harénghéng deui baé. Peuting mangkukna, basa Aki Juhron balik tarawéh, datang ka imahna tuluy ngelepek kapiuhan. Tapi kadé, ieu mah lain pédah Si Buruy anu nyeungeut pepetasan di kolong imah Aki Juhron, atawa Si Mélon anu sok pangangguran meuleum céngék dina tapas. Estuning taya anu apaleun pisan. Malah Nini Uhém ogé, pamajikanana, mani langsung nyusulan Bah Dinta, dukun lepus anu kakoncara téa. Demi salaki, Nini Uhém teu maliré kana poékna peuting. Ngingkig baé bari mamawa oncor. Bubuhan di Cigorowék mah tacan aya listrik.

Aki Juhron kakara éling wanci janari. Éta ogé lain pédah jangjawokan Bah Dinta anu matih, sabab Bah Dinta mah élingna ogé ukur nyelang ngalaksanakeun saur wungkul. Geus bérés saur mah kapiuhanna dituluykeun deui. Éling-élingna téh basa waktu adan magrib tinggal lima menit deui. Atuh harita mah langsung baé ditalék ku Nini Uhém. Atuh Aki Juhron ogé teu hésé, tuluy nyaritakeun anu jadi cukang lantaran Manéhna kapiuhan. Ari masalahna téh, Aki Juhron ngarasa reuwas, atawa ceuk légégna mah sock téa. Lantaran ucing kadeudeuhna leungit.

“Ucing-ucing baé dipikiran Si Aki mah! Kajeun teuing sing modar ogé atuh, ngarah rada aman lamun nyimpen asin dina méja,” Nini Uhém jejebris.

“Na iraha Si Méla maling asin, ninina? Sangkilang bageur pisan Si Méla mah, béda pisan jeung ucing-ucing séjén. Komo jeung ucing garong anu Si Kowi mah,”

“Enya, ari geus leungit rék kumaha? Rék laporan ka pulisi? Atawa rék tahlil?”

“Tuh, da didinya mah teu ngarasakeun pisan kana haté didieu téh. Puguh didieu mah nineung pisan ka Si Méla téh. Unggal peuting ogé apan sok dikeukeupan lamun sare téh. Nikmaaat pisan, saré jeung Si Méla mah, teu cara jeung…”

“Teu cara jeung saha? Hayoh jawab? Didieu dibandingkeun jeung ucing? Punten, lain lépel!” Nini Uhém rada nyentak.

“Geus atuh ninina, ulah ngajak paséa baé. Moal enya timburuan ka ucing atuh. Mun ka ucing gering mah pararuguh deui. Jaba ieu téh keur puasa. Apan ngambek téh matak ngabatalkeun puasa,”

“Enya heug. Tapi tingalikeun baé, engké lamun geus buka!” ceuk Nini Uhém semu anu ngancam.

Keur hog-hag kitu, hawar-hawar aya sora tina spéker masigit. Jep, duanana jarempling bari ceulina mani rancung-rancung baé ngadédéngékeun spéker. Malah Aki Juhron mah leungeunna mani geus ngarongkong kolek cau anu ngebul kénéh.

“Sodarah-sodarah warga Cigorowék dan sekitarnya. Adan magrib tinggal dua menit deui. Di Surabaya mah sigana geus baruka. Tapi kulantaran urang mah aya di propinsi Bandung, aéh Jawa Barat, maka urang kudu nurut kana waktu Indonesia bagian barat atawa WIB…” kitu pokna tina spéker téh.

“Buru atuh umumkeun! Jahat aki, nyaho!” kadéngé aya anu nyarita rada tarik. Kawasna mah teu pati anggang ti nu keur nyarita kana mik.

“Aéh enya. Ampir baé poho, euy. Para wargi, warga Cigorowék dan sekitarnyah. Bari ngadagoan adan magrib, aya sekilas impo anu kacida pentingna. Telah hilang seékor kucing milik Pa Kadus Ukar yang bernama Joni. Ciri-cirina, rupa hideung pulas bodas totol-totol. Disadana ngéooong. Karesepna ngahakan lauk jeung guramé. Tara ngégél ka jalma, kajaba ka nu geulis…”

“Geus gandéng, ulah diémbohan ku heureuy sagala rupa. Apan ieu téh masigit, nyaho! Tuh, geus meujeuhna adan.” Kitu anu kadéngé tina spéker téh. Atuh teu pati lila ogé, anu tatadi ngocoblak tuluy adan magrib. Ditéma ku sora kohkol jeung bedug anu patémbalan ti saban tajug.

Aki Juhron ngahuleng. Kawasna mah ngarasa hémeng alatan Kadus Ukar ogé saruana kaleungitan ucing. Mangkaning ucing Aki Juhron téh dalit pisan jeung ucingna Kadus Ukar. Kabogohna cenah mah. Nepi ka unggal malem minggu ogé, Aki Juhron mah sok nganteur ulin ucingna ka imah Kadus Ukar.

“Moal kitu kawin lari mah? Aéh, na kawas jalma baé atuh.” Aki Juhron norowéco sorangan. Tarangna mani kerung-kerung baé mikiran ucingna anu leungit. Kawasna lamun teu inget kana tarawéh, Aki Juhron geus indit maluruh ucingna ka leuweung Panuusan.

Perkara kaleungitan ucing téh horeng matak ngageunjleungkeun lembur. Sabab anu kaleungitanana lain Aki Juhron jeung Kadus Ukar wungkul. Kaasup ucingna Béh Sarmud, Nini Uti, Juragan Jékong, Mang Éon nepi ka ucingna Néng Lina anu kakara lahir ogé, sarua leungit tanpa laratan. Geus puguh deui ari sabangsaning ucing anu sok liliaran di luareun imah mah, geus teu katingali ringkang-ringkangna acan. Sasarina mah ucing garong anu buluna hideung meles ogé, sok nangkring di parapatan. Tapi ayeuna mah ngadadak jadi ngariles, teuing kamana.

Budal tarawéh téh mani langsung réang nyaritakeun perkara ucing anu laleungit. Malah Mang RT jeung Mang hansip mah geus bur-ber kaditu-kadieu. Hanjakal pisan Bah Dinta teu walakaya, sabab ucingna ogé sarua leungit.

“Ieu téh raja ucing di leuweung Cisaat, keur ulang taun,” Kitu ceuk Bah Dinta basa ditanya ku Kadus Ukar. Tapi teu pati didéngé, sabab omonganana teu asup akal.

“Moal kitu, aya réinkarnasi…” Aki Juhron rék nyarita, tapi teu kebat, kaburu ditémpas ku Aki Amanta.

“Meunggeus gandéng, reinkarnasi nanahaeun. Sidik aya anu maling!” kitu pokna Ki Amanta.

Sabot kabéhanana keur tagiwur kitu, Mang Suéb lulumpatan ka imah Kadus Ukar semu anu rarusuh naker. Mani titarajong sagala rupa, bubuhan sénterna ogé geus meh beak batre. Gok, paamprok di buruan imah Pa Kadus Ukar. Bareng pisan jeung batu batrena anu béak. Atuh sénterna ogé pareum.

“Saha éta?” tanya Mang Suéb.

“Éta saha?” Kadus Ukar malik nanya.

“Aéh, Pa Kadus geuningan. Kabeneran pisan atuh. Kuring téh rék ngabéjakeun perkara laratan ucing,”

“Enya, kumaha, kumaha?” Kadus Ukar mani tibuburanjat.

“Rék percaya, rék henteu, Pa Kadus. Ucing téh ngagunduk di imahna Si Étom. Kabeneran baé kuring ngaliwat ka imahna. Da éta mah sora ucing mani sahéng. Teuing rék dikumahakeun éta téh,”

“Hayu atuh wang jorag ayeuna kénéh!” Kadus Ukar nyarita bari tuluy ngingkig. Saméméhna nyimpang heula ka pos ronda, rék ngajakan Mang Hansip. Kabeneran pisan di pos ronda téh loba jalma anu ngagimbung. Bring baé atuh kabéhanana marilu. Leungeunna nyarekel obor jeung pakarang naon baé anu bisa dipaké. Komo Aki Juhron mah mani panghareupna bari jeung ngabar-ngabar pedang pusaka titinggal karuhunna. Hanjakal pisan Aki Juhron, kakara nepi ka lebah tanjakan ogé geus kudu dipayang. Teu kuat ku eungap sigana mah. Kawantu imahna Mang Étom mah rada nenggang ti lembur. Katambah jalanna nanjak deuih.

Anjog ka buruan imah Mang Étom, kabehanana mani ngahégak carapéeun. Bray, panto imahna disorot ku sénter Kadus Ukar. Breh, aya tulisan ngajeblag kalayan atra tur bisa dibaca ku saréréa. ‘ JANGAN DIGANGGU, SEDANG ADA PROYÉK PLTU!’ kitu unina éta tulisan téh. Saréréa ogé tacan aya anu ngartieun.

“Étom, ka luar siah!” Aki Juhron nyorowok bari rénghap ranjug. Ditéma ku nu séjénna mani paheuras-heuras genggerong. Atuh puguh Mang Étom mani tibuburanjat mukakeun panto. Blak, panto dibuka. Gebeg, Mang Étom katara semu anu reuwas naker.

“Aya naon ieu téh?” Mang Étom ngajanteng dina lawang panrto. Panonna ngulincer ka sakur anu keur ngagimbung di buruan imahna.

“Leupaskeun ucing aing! Lamun henteu, dijieun beurit manéh téh, Étom!” témbal Mang Suéb. Jadi pangwanianna ari loba batur mah.

“Sabar kélanan…” teu wudu, Mang Étom ogé beuki soak, dina kaayaan kitu mah.

“Étom, ari manéh enyaan maling ucing?” Kadus Ukar tumanya rada leuleuy.

“Sanés maling, Pa Kadus. Abdi mah nambut heula sakedap,” témbalna bari neger-neger manéh.

“Ari nginjeum teu bebéja téh, sarua jeung maling, Étom. Heug barina ogé, na keur nanahaon maké jeung ngumpulkeun ucing sagala rupa? Rek dijul atawa rék dikawin?”

“Is, sanés pisan, Pa Kadus. Abdi mah teu pati bogoh ka ucing. Apan abdi mah bogoh Néng Lina,”

“Ari enggeus, jang naon atuh?”

“Kieu Pa Kadus. Apan di lembur urang téh tacan aya listrik,”

“Tuluy?” Pa Kadus panasaran.

“Muhun, apan ari ngajukeun ka pamaréntah mah tos sababaraha kali. Hanjakalna tara dipaliré baé. Lembur urang angger kénéh acan kajangkau ku listrik. Tinggaleun pisan kasimpulanna mah,”

“Ari hubunganana jeung ucing, naon éta téh?”

“Pa Kadus, ogé sakabéh warga Cigorowék. Sakalian baé ku abdi baris diterangkeun sajalantrahna. Abdi ngalakukeun ieu téh, demi kapentingan saréréa…” Mang Étom nyelang heula ngaluarkeun roko tina tina jero pésakna. Cekrés, diseungeut. Serebung, serebung haseupna kaluar tina biwir jeung liang irungna.

“Nurutkeun para sarjana fisika, ucing téh mengandung aliran listrik anu kacida gedéna. Lamun buluna digosok ku beusi sapuluh juta kali, pinasti éta beusi téh bakal ngabogaan daya listrik anu gedé. Sapuluh juta kali ngagésékeun kana bulu ucing, bisa nyaangkeun bohlam anu tujuhpuluh lima watt. Matak, kuring téh ngumpulkeun ucing sing loba, ngarah saréréa bisa kabagian listrik. Minimalna saimah bisa meunang saratus watt,” Mang Étom ngarénghap heula rada panjang. Atuh anu ngabandungan ogé jadi panasaran, hayang leuwih écés kana maksud pagawéan Mang Étom.

“Étom, ari singketan PLTU téh naon?” Si Among nyelengkeung.

“Silaing mah, ongkoh sakola, tapi teu nyaho anu kitu-kitu acan. PLTU téh singketan tina ‘Pembangkit Listrik Tenaga Ucing’,” témbalna kalem pisan. Ditéma ku sora ucing ti jero imahna.

Ngadéngé caritaan Mang Étom, saréréa ogé jadi leah. Anu tadina napsu ngagugudug ogé jadi malik muji kana paniatan Mang Étom. Malah Kadus Ukar ogé langsung imut ngagelenyu, némbongkeun paroman anu hégar marahmay. Kaasup, Aki Juhron anu langsung ngasupkeun deui pedang kana jero sarangkana.

“Lamun enya kitu mah, paniatan Mang Étom kacida alusna. Kuring, salaku Kadus di ieu lembur, ngarojong kana kagiatan Mang Étom. Malah lamun perelu bantuan tanaga mah, sigana barudak ogé bisa ngabantuan ngagosokan bulu ucing.” Kitu ceuk Pa Kadus, ditéma ku surak, méh sakur anu keur ngagimbung. Mang Dasim nepi ka susuitan sagala rupa.

“Heug atuh, paké baé heula ucing anu kuring. Tapi omat, kudu dianteurkeun deui urutna.” Aki Juhron mairan.

“Tenang, Ki,”

“Emang ogé rido, ucing emang dipake proyek PLTU. Malah isukan rék manginjeumkeun deui ucing anu minantu. Tapi Emang mah hayang kabagéan opat ratus watt, ngarah bisa nyetél tivi jeung maén PS.” Béh Sarmud embung tinggaleun.

“Enya atuh, sok baé sing jongjon digawé. Keun, keur saur mah engké dianteuran ku Si Lina. Bari…iraha atuh Mang Étom rék ngalamar budak kuring téh?” ceuk Kadus Ukar.

“Engké baé panginten, saatosna réngsé proyek PLTU.” Témbal Mang Étom semu anu bungaheun naker. Biwirna mani runya-renyu. Malah mun euweuh sasaha mah kawasna geus ajrag-ajragan. Padahal saméméhna mah, Kadus Ukar téh sok ngusir manéhna, lamun pareng apél ka Néng Lina.

Si Among ngabalieur bari tuluy ngaléos rada rurusuhan. Lamun caang mah, beungeutna bakal katingali mani nyéak bareureum. Puguh baé, sabab Néng Lina téh sasat jadi kembang panyileukanna beurang jeung peuting. Kari-kari ayeuna, bapana mani togmol nitah ngalamar ka Mang Étom. Timburuan téa Si Among téh.

Peuting isukna, kakara ogé rerep perkara Ucing. Lembur Cigorowék geus kariweuhan deui alatan loba anu kaleungitan hayam. Anu matak ngenes mah nasib Mang Ahro, hayam téh mani diangkut jeung kandang-kandangna. Teuing saha jeung teuing naon maksud anu maling hayam téh. Nu eces mah dina poé ahad ogé, di Cigorowék geus euweuh hayam anu ngulampreng hiji-hiji acan..***

Kamus Cina-Sunda

A Lung Keun (dibalangkeun)
Am (dahar)
An Jing (gogog)
Ba Chang (leupeut eusi daging)
Ba Bah (bapa)
Ba Ghong (sok diadukeun jeung gogog)
Ba Le Dog (ah ieu mah basa inggris meureun?)
Ba Thok (bagian anu paling teuas dina kalapa)
Bho Tak (teu gagaduhan rambut)
Bho Bho Kho (wadah kejo)
Bho Lo Ho (bodo)
Bho Rho Bho Rho (sagala euweuh)
Bho Rho Kho Khok (mitoha nu ngajakan pasea bae)
Cha Bok (gaplok)
Cha Lang Ngap (tong dibuka bau….?)
Cha Pe Tank (budak leutik karak bisa ngomong)
Cha Rang Cang Ti Hang (wanci isuk)
Cha U (kadaharan monyet)
Chai Baw (anu aya di solokan)
Chak Chak (dulurna toke)
Chan A Pal (belet)
Chan A Ya (inden, antri)
Chan Da Har (lapar euy)
Chan Man Die (bau dahdir)
Chang Ka Leng (caruluk)
Chang Kang Chaw (parab embe)
Chang Ke Nyer (loba teuing gawe peuting)
Chang Kok Khan (bibit mangga)
Chang Ku Du (buah bau pisan)
Chang Ku Ri Leung (manuk)
Chap Ja He (koret, medit)
Chi Bha Du Yut (pabrik sapatu)
Chi Cing (kurang gaul)
Chi Ham Phelas (tempat jin meuli calana)
Chi Ka Dut (kuburan cina)
Chi Kie Ih (ceuk beja mah bisa dipake ubar nyeri panon)
Chi Ki Zing (ngaran desa/kota di Majalengka)
Chi Leu Peung (belegug)
Chi Leuh (tai panon, belek)
Chi Leun Cang (cair kotor, disisi jalan ari tos hujan ageung )
Chi Lok (kadaharan budak : aci dicolok)
Chi Ma Hi (ngaran kota deukeut Bandung)
Chi Reng ( kadaharan budak : aci digoreng)
Chi U (leupeut tina aci jeung cau)
Chi Ng Chang Chang (ngadat bae)
Chi Ng Chang Ke Ling (lagu)
Chi Ng Chung (guru nanya)
Cho Bian (gratis)
Cho Kor Baw (robok)
Cho Le Nak (katuangan, peuyeum dibubuy sareng gula kinca )
Chu Ra Ling (sipat licik)
Chu Ru Luk (buah kawung)
Eng Ing Eng (rek dimulai)
Eng Ghal Kheun (teu sabaran)
Fu Lus (kabeh ge butuh)
Gho Ong (kudu ditakol)
Ghong Li (ceunah mah nu sok ngajualan daging atah)
Heu Ay (tunduh)
Hok Cay (molohok bari ngacay)
Hu I (Cilembu)
Ie Lhi Khan (tempoan)
Jhu Rha Gan (loba pakayana)
Jhu Rig (nu geus maot teu ikhlas)
Kho Phe Ah (wadah hulu)
Kho Lho Moh (asup kabeh)
Khi Rhi Pik (tina sampeu)
Kyu Kyu (judi)
Lha Uk Hiu (dulurna paus)
Lha Hang (cai aren)
Le Nang (leuwih naker tibatan botak)
Lie Eur (keur nu loba hutang)
Ling Lung (teu nyaho jalan)
Liang Cheu Lie Baw (panyakit THT)
Lho Thek Hu I (aing ge beuki)
Ma Ling Ping (ngaran desa/ kota di Banten)
Ma Ung (lanceukna ucing)
Mo Yok Khan (pipaseaeun)
Nang Thang (ngajak gelut)
Nga Cay (ngelay: banjir tina baham)
Nge Lay (biasana lamun keur sare)
Nyi Chian Pochi (pagewean babu)
O Lol Le Ho (leutik keneh ; keur gering salesma )
Ong Kek (keur nyiram, utah)
On To Hod (pikakeuheuleun) <—pedit oge hehe
On Tha (ngaran sato di Arab)
Pa Hang (rasana aneh)
Phe Chak (panonna peureum sabelah)
Peu Chang (leupeut eusi kacang; sato nu sukuna opat)
Pha Ming Pin (dunungan)
Pho Ho Bha Lik (boga deui nu ngora)
Ping Ping (luhureun tuur, handapeun eta tea… )
Rhu Rhu Su Han (bisi teu kaburu)
Rho Rom Phok (tempat balik)
Siang Siang Ma Ling Seng (euweuh gawe, beurang2 maling )
Sing Sing Keun (kabanjiran atawa rek pacho)
Taw Cho (oleh-oleh ti lembur kuring ieu mah )
Tham Pi Ling (gablok )
Tham Po Long (wadah reuhak)
Tho Lom Bong (wadah oge)
To Ong (ningali tina liang leutik)
Toke Chang (lagu oge)
Tong Hi Lap (kudu inget)
Tong Li La (burukeun)
Tong To Lang (nangka – kawinan bapak – teu beja2 -poe salasa… )
Tu Ang (ngalebok)
Tung Tung Seng (seukeut pisan)
U Ching (adina maung)
Yap La Hun (budak ceurik)
Yap Mie Lhu (rek milu?)

Para Ibu yang Melahirkan Generasi Hebat


Seorang ibu adalah pintu pembuka bagi pendidikan seorang anak. Pertama kali seorang anak menerima pendidikan setelah lahir kedunia, bisa dipastikan seorang ibu-lah yang mengambil peran yang dominan. Pepatah Islam bahkan menyebutkan bahwa seorang ibu ibarat sebuah madrasah, sekolah buat buah hatinya.

Berikut ini kisah heroik beberapa ibu yang telah melahirkan, mendidik, dan membina anak-nya sehingga menjadi generasi yang hebat, generasi yang selalu dikenang oleh jutaan umat manusia. Selamat membaca!

Ibu Yang Mendidik Dengan Segala Kekurangan
Imam Syafi’i yang dilahirkan pada tahun 150 H di Jalur Gaza, Palestina terlahir dari keluarga yang tidak mampu. Saat lahir, ayahnya telah meninggal. Tinggal sang ibu yang hidup dalam kemiskinan. Tetapi miskin harta tidak pernah membuatnya miskin orientasi hidup, orientasi pendidikan dan miskin semangat. Karena ini yang sering kita jumpai. Orangtua yang miskin harta, mewariskan semangat dan orientasi yang juga miskin. Sehingga lahirnya anak-anak miskin yang semakin sulit untuk keluar dari kemiskinannya karena semangat dan orientasinya sudah hampir mati. Tidak untuk ibunda Imam Syafi’i. Bahkan walau telah ditinggal meninggal mati suaminya, tidak pernah ada kata: seperti burung yang patah sebelah sayapnya. Dia tetap tegar. Dalam sebuah tekad menjaga amanah yang ditinggalkan suaminya. Tidak ada amanah harta. Tetapi ada amanah anak. Ibunya yang miskin itu, mulai menyusun rencanya. Berikut rencana ibunda Imam Syafii dalam mendidik buah hatinya:

1.Harus segera pindah ke Mekah untuk menyambung nasab Quraisy Syafi’i kecil.
2.Harus belajar bahasa Arab yang baik dari suku yang dikenal paling fasih dan baik berbahasa Arab.
3.Harus duduk belajar dengan para ulama di Masjidil Haram Mekah.
4.Harus belajar dari para ulama di luar Mekah terutamanya Madinah.
Itulah yang bisa terbaca dari sejarah dari langkah yang direncakan oleh ibunda Syafi’i kecil. Maka dari usia 2 tahun, ibunda Syafi’i memboyong Syafi’i keluar dari negerinya. Ditinggalkan semua kenangan negeri itu untuk kebesaran anaknya di kemudian hari. Tujuannya ke Mekah. Syafi’i dipertemukan dengan keluarga Quraisy yang merupakan nasab ayahnya.

Selanjutnya Syafi’i belajar bahasa di Suku Hudzail yang memang dikenal paling fasih. Sehingga kelak Imam Syafi’i tidak saja dikenal sebagai ahli fikih tetapi juga sebagai ahli sastra terbukti dengan kumpulan puisi gubahannya.

Kemudian ia sudah menghapal al-Qur’an sejak usia 7 tahun di tangan para ulama besar Mekah. Sekaligus mulai belajar berbagai ilmu. Bgitulah hingga ia berangkat untuk melanjutkan perjalanan ilmunya di Madinah berguru kepada guru besar Madinah Imam Malik. Begitulah ibunda yang telah melahirkan seorang imam besar yang dikenang hingga hari akhir.

Ibu Yang Mendidik Anaknya Sendirian
Farrukh ayah dari Rabiah ar-Ra’yi. Rabiah adalah salah seorang guru tempat Imam Malik belajar lama. Suatu saat Farrukh termasuk salah satu dalam pasukan yang dikirim ke Khurasan pada masa Bani Umayyah. Saat itu, istri Farrukh sedang hamil Rabiah. Ia meninggalkan untuk bekal istri harta sejumlah 30.000 dinar. Lama sekali ia menghilang sejak tugas itu. Sangat lama. Tidak ada kabar beritanya. 27 tahun ia baru kembali. Dengan mengendarai kuda dan dengan tombak di tangannya, ia memasuki Madinah kota tempat anak dan istrinya berada. Begitu sampai di depan rumahnya, Farrukh turun dari kuda dan mendorong pintu dengan tombaknya. Rabiah yang sudah dewasa keluar dari rumah itu. Rabiah langsung meneriaki orang yang sesungguhny ayahnya itu, “Hai musuh Allah apakah kamu akan memaksa masuk ke rumah saya?”. Farrukh menjawab, “Tidak.” Kini Farrukh justru yang menyerang balik, “Hai musuh Allah, kamu laki-laki masuk dengan tidak sah ke istri saya.” Tidak lama kemudian keduanya terlibat pergumulan dan saling mencoba mengalahkan lawannya. Hingga para tetangga berdatangan untuk melerai. Malik bin Anas dan beberapa syekh lainnya juga datang membantu Rabiah. Rabiah berkata, “Demi Allah saya tidak akan biarkan. Akan saya adukan ke negara.” Farrukh pun menjawab, “Saya juga akan lakukan hal yang sama.” Perang mulut terjadi. Ketika mereka melihat Malik, semuanya terdiam. Malik berkata, “Wahai bapak tua, engkau bisa memilih selain rumah ini.” Farrukh menjawab, “Ini rumah saya! Saya Farrukh.” Istri Farrukh yang ada di dalam rumah bergegas keluar, dia berkata, “Ini suami saya.” Ia kemudian berkata kepada Farrukh, “Ini adalah anakku yang kau tinggalkan saat aku hamil dulu.” Akhirnya ayah anak itu pun berpelukan erat sekali. Air mata tak tertahankan. Dalam pertemuan yang sangat mengharukan dan dramatik. Farrukh masuk ke dalam rumah, sambil tidak percaya melihat anaknya yang sudah dewasa, “Ini anakku itu?” Istrinya menjawab, “Ya.” Farrukh, “Terus mana uang yang dulu aku berikan kepadamu? Ini aku membawa 4000 dinar.” Istri, “Uang itu aku pendam, aku berikan beberapa hari lagi.” Rabiah kemudian berangkat menuju masjid. Di duduk di halaqah ilmu yang diajarnya. Anas bin Malik datang, Hasan bin Zaid, Ibnu Abi Ali, al-Masahiqi, para penduduk Madinah pun berdatangan untuk duduk mendengarkan Rabiah mengajarkan ilmu. Istri Farrukh berkata kepada suaminya, “Keluarlah ke masjid untuk shalat di masjid Rasulullah. Farrukh berangkat ke masjid untuk shalat. Di masjid ia melihat sebuah majlis ilmu yang dihadiri banyak sekali jamaah. Dia berhenti dan mengamati majlis ilmu itu. Rabiah sang guru menundukkan kepalanya seakan dia tidak melihat kehadiran ayahnya. Ayahnya ragu apakah yang ada di depan itu benar-benar Rabiah, maka ia bertanya kepada seorang jamaah: siapa guru itu? Orang itu menjawab: Rabiah bin Abu Abdurahman. Farrukh berkata, “Allah telah mengangkat anakku.” Farrukh kemudian kembali ke rumah menemui istrinya dan berkata, “Sungguh aku melihat anakmu ada di majlis ilmu dengan ilmu yang luar biasa.” Istrinya kemudian berkata, “Mana yang lebih engkau sukai: 30.000 dinar atau keadaan putramu yang mulia itu?” Farrukh, “Tidak demi Allah. Keadaan dia seperti ini yang lebih aku sukai.” Istri, “Aku sudah habiskan harta itu untuk mendidiknya.” Farrukh, “Demi Allah, engkau tidak menghamburkannya.

Ibu Yang Berorentasi Surga
Anas bin Malik bercerita: Pada waktu perang Badar, Haritsah termasuk yang menjadi menjadi korban. Ibunya Haritsah datang ke Rasulullah dan bertanya, “Ya Rasulullah, engkau tahu betapa tingginya posisi Haritsah di sisiku, kalau dia berada di surga maka aku bisa bersabar (kehilangan dia). Jika kalau tidak, entah apa yang akan aku lakukan.” Rasul menjawab, “Satu surga saja buat dia?! Tidak, untuknya surga-surga yang banyak. Dia ada di Firdaus yang tinggi.”

Ibu Yang Meneguhkan Anaknya Dalam Kebenaran
Seorang ibu yang sudah tua dan buta, hari itu mendengarkan keluhan anaknya. Kata-kata sang anak jelas mengambarkan suasana rasa takut yang sedang menyelimuti hati anaknya. Sang ibu pun bisa merasakannya, walau matanya tak lagi bisa melihat. Ibu yang dimaksud adalah Asma putri Abu Bakar dan putranya adalah Abdullah bin Zubair. Dialog itu terjadi ketika Abdullah bin Zubair dikepung pasukan Hajjaj di Mekah. Dialog yang harus menjadi pelajaran untuk keluarga muslim, terutama para ibu. Berikut dialog itu: Abdullah “Bunda, orang-orang merendahkanku termasuk anak dan keluargaku, tidak ada yang tinggal bersama kecuali sedikit saja dari mereka yang kesabarannya hanya sesaat dan mereka yang memberiku kesenangan dunia. Apa pendapatmu, bunda?” Asma’ “Kamu lebih tahu tentang dirimu sendiri. Kalau kamu yakin berada dalam kebenaran dan menyeru kepadanya maka lanjutkan, teman-temanmu telah terbunuh karenanya maka jangan memberi kesempatan untuk dipermainkan oleh anak-anak Bani Umayyah. Tetapi jika kamu hanya ingin dunia, maka kamu seburuk-buruk hamba, kamu hancurkan dirimu dan siapa saja yang telah terbunuh bersamamu. Jika kamu katakan bahwa kamu berada dalam kebenaran, ketika teman-temanku lemah aku pun menjadi lemah, maka itu bukanlah perbuatan orang-orang merdeka dan ahli agama. Berapa lama kamu berada di dunia ini! Terbunuh lebih baik!” Abdullah “Bunda, saya takut jika penduduk Syam membunuhku mereka akan memutilasi mayatku dan menyalibku.” Asma “Anakku, seekor kambing tidak lagi merasakan sakit dikuliti setelah disembelih. Maka bergeraklah di atas petunjuk dan memohonlah pertolongan kepada Allah.” Abdullah mencium kepala ibunya dan berkata “Inilah pendapatku, yang selama ini aku pegang kuat sampai hari ini adalah ketidakinginan untuk tinggal dan mencintai kehidupan dunia. Tidak ada yang mendorongku mengadakan perlawanan kecuali kemarahan karena Allah. Aku ingin mengetahui pendapat bunda dan sungguh bunda telah menambahi jalan terang. Maka bunda, hari ini mungkin aku akan terbunuh, jangan sampai kesedihanmu berlebihan dan serahkan seluruh urusan kepada Allah. Putramu ini belum pernah sengaja melakukan kemungkaran dan kekejian, tidak lari dari hukum Allah, tidak khianat saat aman, tidak sengaja mendzalimi seorang muslim atau non muslim yang damai, tidaklah aku mendengar ada kedzaliman yang dilakukan oleh para pejabatku kecuali pasti aku menghilangkannya, tidak ada yang paling aku dahulukan kecuali keridhaan tuhanku. Ya Allah aku tidak mengatakan ini untuk menyatakan bahwa diriku bersih, tetapi aku katakan ini untuk menghibur bundaku hingga beliau terhibur!” Asma’ ” Cukuplah, aku berharap kehilanganku atas dirimu sangat baik. Jika kamu mendahuluiku aku mohon pahala dari Allah, jika kamu menang aku bahagia dengan kemenanganmu. Keluarlah, agar aku lihat apa akhir dari urusanmu.” Abdullah “Jazakallahu khairan, jangan lupa berdoa untukku.” Asma’ “Aku tidak akan pernah lupa selamanya. Ya Allah rahmatilah shalat pada malam panjang itu, menahan dahaga di teriknya Makah dan Madinah dan baktinya kepada ayah bundanya! Ya Allah aku sudah serahkan kepada-Mu, aku ridha dengan keputusan-Mu, maka berilah aku pahala orang-orang yang sabar dan bersyukur!” Abdullah mengambil kedua tangan bundanya dan menciumnya. Asma’ memeluknya dan menciumnya. Hari itu adalah hari gugurnya putra Asma’.

Ibu Yang Selalu Hadir Pada Setiap Masalah Anaknya
Saat Aisyah sedang tertimpa tuduhan dusta, ia kembali ke rumah orangtuanya untuk menenangkan diri. Sudah dua malam satu hari, Aisyah tidak henti-hentinya menangis. Terus menangis. Matanya tak kunjung bisa dipejamkan. Ia menahan rasa perih di hati karena tersebar isu dusta tentang dirinya di masyarakat. Aisyah berkata, “Ibuku selalu ada di sampingku. Beliau berkata: sabarlah, nak. Kalau ada wanita yang disayangi suaminya dan dia adalah salah seorang dari sekian istrinya, pasti banyak perbincangan tentang dia. Pada suatu saat Rasul hadir menjenguk Aisyah yang sedang sakit di rumah orangtuanya. Rasul berkata, “Aku sudah mendengar tentang kamu di luar. Jika kamu bersih Allah akan membersihkanmu. Tetapi jika kamu salah, minta ampunlah dan bertaubatlah. Sesungguhnya Dia Maha Pengampun.”
Aisyah berkata kepada ayahnya, “Jawablah, yah.” Ayahnya berkata, “Aku tidak tahu harus berkata apa.” Aisyah berkata kepada ibunya, “Jawablah, bu.” Ibunnya menjawab, “Aku tidak tahu harus berkata apa.”

Sumber: http://www.cahayasiroh.com/index.php?option=com_content&view=article&id=123:ibu-orang-besar-ibu-2&catid=38:untukmu-muslimah&Itemid=69

Titip Ibuku Ya Allah


" Nak, bangun... udah adzan subuh. Sarapanmu udah ibu siapin di meja..."

Tradisi ini sudah berlangsung 21 tahun, sejak pertama kali aku bisa mengingat. Kini usiaku sudah hampir kepala 3 dan aku jadi seorang karyawan disebuah Perusahaan swasta, tapi kebiasaan Ibu tak pernah berubah.

" Ibu sayang... ga usah repot-repot Bu, aku dan adik-adikku udah dewasa"

Pintaku pada Ibu pada suatu pagi. Wajah tua itu langsung berubah. Pun ketika Ibu mengajakku makan siang di sebuah restoran. Buru-buru kukeluarkan uang dan kubayar semuanya. Ingin kubalas jasa Ibu selama ini dengan hasil keringatku. Raut sedih itu tak bisa disembunyikan. Kenapa Ibu mudah sekali sedih ? Aku hanya bisa mereka-reka, mungkin sekarang fasenya aku mengalami kesulitan memahami Ibu karena dari sebuah
artikel yang kubaca .... orang yang lanjut usia bisa sangat sensitive dan cenderung untuk bersikap kanak-kanak ..... tapi entahlah.... Niatku ingin membahagiakan malah membuat Ibu sedih. Seperti biasa, Ibu tidak akan pernah mengatakan apa-apa.

Suatu hari kuberanikan diri untuk bertanya, " Bu, maafin aku kalau telah menyakiti perasaan Ibu. Apa yang bikin Ibu sedih ? "


Kutatap sudut-sudut mata Ibu, ada genangan air mata di sana . Terbata-bata Ibu berkata, " Tiba-tiba Ibu merasa kalian tidak lagi membutuhkan Ibu. Kalian sudah dewasa, sudah bisa menghidupi diri sendiri. Ibu tidak boleh lagi menyiapkan sarapan untuk kalian, Ibu tidak bisa lagi jajanin kalian. Semua sudah bisa kalian lakukan sendiri ".

Ah, Ya Allah, ternyata buat seorang Ibu .. bersusah payah melayani putra-putrinya adalah sebuah kebahagiaan. Satu hal yang tak pernah kusadari sebelumnya. Niat membahagiakan bisa jadi malah membuat orang tua menjadi sedih karena kita tidak berusaha untuk saling membuka dirii melihat arti kebahagiaan dari sudut pandang masing-masing.

Diam-diam aku bermuhasabah. .. Apa yang telah kupersembahkan untuk Ibu dalam usiaku sekarang ? Adakah Ibu bahagia dan bangga pada putera putrinya ? Ketika itu kutanya pada Ibu, Ibu menjawab, " Banyak sekali nak kebahagiaan yang telah kalian berikan pada Ibu. Kalian tumbuh sehat dan lucu ketika bayi adalah kebahagiaan . Kalian berprestasi di sekolah adalah kebanggaan buat Ibu. Kalian berprestasi di pekerjaan adalah kebanggaan buat Ibu . Setelah dewasa, kalian berprilaku sebagaimana seharusnya seorang hamba, itu kebahagiaan buat Ibu. Setiap kali binar mata kalian mengisyaratkan kebahagiaan di situlah kebahagiaan orang tua."

Lagi-lagi aku hanya bisa berucap, " Ampunkan aku ya Allah kalau selama ini sedikit sekali ketulusan yang kuberikan kepada Ibu. Masih banyak alasan ketika Ibu menginginkan sesuatu. "

Betapa sabarnya Ibuku melalui liku-liku kehidupan. Sebagai seorang wanita karier seharusnya banyak alasan yang bisa dilontarkan Ibuku untuk "cuti" dari pekerjaan rumah atau menyerahkan tugas itu kepada pembantu. Tapi tidak! Ibuku seorang yang idealis. Menata keluarga, merawat dan mendidik anak-anak adalah hak prerogatif seorang ibu yang takkan bisa dilimpahkan kepada siapapun. Pukul 3 dinihari Ibu bangun dan membangunkan kami untuk tahajud. Menunggu subuh Ibu ke dapur menyiapkan sarapan sementara aku dan adik-adik sering tertidur lagi... Ah, maafin kami Ibu .... 18 jam sehari sebagai "pekerja" seakan tak pernah membuat Ibu lelah.. Sanggupkah aku ya Allah ?

" Nak... bangun nak, udah azan subuh ... sarapannya udah Ibu siapin dimeja.. " Kali ini aku lompat segera.. kubuka pintu kamar dan kurangkul Ibu sehangat mungkin, kuciumi pipinya yang mulai keriput, kutatap matanya lekat-lekat dan kuucapkan, " Terimakasih Ibu, aku beruntung sekali memiliki Ibu yang baik hati, ijinkan aku membahagiakan Ibu...". Kulihat binar itu memancarkan kebahagiaan. .. Cintaku ini milikmu, Ibu... Aku masih sangat membutuhkanmu. .. Maafkan aku yang belum bisa menjabarkan arti kebahagiaan buat dirimu..

Sahabat.. tidak selamanya kata sayang harus diungkapkan dengan kalimat "aku sayang padamu... ", namun begitu, Rasulullah menyuruh kita untuk menyampaikan rasa cinta yang kita punya kepada orang yang kita cintai karena Allah.

Ayo kita mulai dari orang terdekat yang sangat mencintai kita ... Ibu dan ayah walau mereka tak pernah meminta dan mungkin telah tiada. Percayalah.. kata-kata itu akan membuat mereka sangat berarti dan bahagia.

Inspiration by decam

Tips Mengetahui Teman yang Menyukai Anda


Jakarta Terkadang kita sering tidak menyadari bahwa ada orang disekitar yang menyayangi kita. Bagaimana mengetahuinya? Ikuti Tips berikut yuk!




Sebuah hubungan dapat bermulai dari persahabatan. Lama kelamaan mulai tumbuh rasa menyayangi. Tetapi kedekatan sebagai sahabat membuat seseorang tidak berani mengungkapkan perasaannya tersebut.



Ada beberapa hal yang menjadi tanda-tanda bahwa teman Anda mulai menyukai dan menyayangi Anda. Salah satunya adalah flirting. Perubahan sikap seperti sering mengajak mersenda gurau atau bahkan menggoda, menjadi tanda bahwa orang tersebut mencoba dekat dengan Anda dari sudut yang berbeda, yaitu seorang kekasih.



Tanda lainnya adalah ia selalu berusaha ada untuk Anda. Contohnya seperti selalu mengangkat telpon dari Anda ataupun selalu menawarkan diri untuk membantu Anda. Apalagi jika Anda mengalami masalah atau sedang sedih, ia berusaha menjadi orang yang selalu menemani Anda. Yang penting baginya adalah ada didekat Anda.



Menjadi lebih perhatian adalah tanda-tanda lain dia menyukai Anda. Dari hal kecil seperti menyuruh Anda untuk makan dan tidur, hingga mulai melarang Anda untuk tidak berbergian yang menurutnya tidak baik bagi Anda. Hal ini yang biasanya menjadi bumerang bagi dirinya. terkadang Anda justru berfikir bahwa dia sok tahu.

Jadwal Pertandingan PERSIB BANDUNG



Putaran I


11 Oct 2009, Persiba vs Persib, Tidak disiarkan, Head to Head

14 OCT 2009, PSM vs Persib, Tidak disiarankan

21 Nov 2009, Persib vs Pelita Jaya, Live, 19.00

24 Nov 2009, Persib vs Persitara, Live, 15.30

29 Nov 2009, Persipura vs Persib, Live, 19.00

02 Des 2009, Persiwa vs Persib, Tidak disiarkan

06 Des 2009, Persib vs Persela, Live, 19.00, Head to Head

09 Des 2009, Persib vs Persijap, Live, 15.30

12 Des 2009, Sriwijaya FC vs Persib, Live, 19.00

19 Des 2009, Arema vs Persib, Live, 19.00

23 Des 2009, Persema vs Persib, Siaran Tunda, Head to Head

09 Jan 2010, Persib vs Persija, Live, 19.00

12 Jan 2010, Persib vs PSPS, Live, 15.30

16 Jan 2010, Bontang FC vs Persib, Tidak disiarkan

19 Jan 2010, Persisam vs Persib, Live, 15.30

23 Jan 2010, Persib vs Persebaya, Live 19.00

26 Jan 2010, Persib vs Persik, Live, 15.30

Putaran II

Minggu 7 Feb 2010, Persebaya vs Persib

Sabtu 13 Feb 2010, Persik vs Persib

Selasa 16 Feb 2010, Persib vs Persisam

Sabtu 20 Feb 2010, Persib vs Bontang FC

Minggu 28 Feb 2010, Persija vs Persib

Rabu 3 Mar 2010, PSPS vs Persib

Minggu 14 Mar 2010, Persib vs Arema

Rabu 17 Mar 2010, Persib vs Persema, Head to Head

Minggu 4 Apr 2010, Persela vs Persib, Head to Head

Rabu 7 Apr 2010, Persijap vs Persib

Minggu 18 Apr 2010, Pelita Jaya vs Persib

Rabu 21 Apr 2010, Persitara vs Persib

Minggu 2 Mei 2010, Persib vs Persiwa

Rabu 5 Mei 2010, Persib vs Persipura

Minggu16 Mei 2010, Persib vs Sriwijaya FC

Rabu 26 Mei 2010, Persib vs PSM

Minggu 30 Mei 2010, Persib vs Persiba, Head to Head

Catatan : Jadwal masih bisa berubah.
Ngarana: 0 komentar | | edit post

Budayakan Saling Menasehati



Sendi stabilitas dunia ada empat: Keberdayaan ulama (dengan ilmunya), keadilan para penguasa, kedermawanan orang-orang kaya dan doa para fuqara. Bila salah satu sendi tak berfungsi sebagaimana mestinya, maka akan terjadi instabilitas dalam berbagai aspek kehidupan manusia.

Ulama secara etimologis adalah jama’ dari kata ‘alim’ yang artinya orang yang memiliki ilmu, yang membawanya takut hanya kepada Allah :

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ
“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.” Al Fathir: 28

Dari sini berarti pengertian ulama tidak hanya terbatas pada orang-orang yang memiliki kafa’ah syar’ iyah -latarbelakang bidang agama- saja, tapi juga mencakup semua ahli dalam bidang keilmuan apapun yang bermanfaat, dengan syarat ilmu yang dikuasainya membawa dirinya menjadi orang yang memiliki rasa khasyyah (rasa takut) kepada Allah swt. Rasa khasyyah inilah yang mendorong para ulama untuk melakukan amar ma’ruf dan nahi munkar. Karenanya dalam pengertian ini para kader dakwah adalah para ulama yang berperan sebagai ‘waratsatul anbiya’ (pewaris para nabi) yang selalu melakukan tawashau bil haqqi dan tawashau bis shabri (saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran).

Ada beberapa hal yang menuntut para kader dakwah untuk melakukan tawashau bil haqqi dan tawashau bis shabri:

Khairiyyatul haadzihil ummah (kebaikan umat ini) terletak pada konsistensi pelaksanaan amar ma’ruf dan nahi munkar. Bila amar-ma’ruf dan nahi munkar tidak dilaksanakan maka akan hilanglah salah satu ciri kebaikan umat Islam ini.

كُنْتُمْ خَيْرَ أُمَّةٍ أُخْرِجَتْ لِلنَّاسِ تَأْمُرُونَ بِالْمَعْرُوفِ وَتَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ وَتُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَلَوْ آَمَنَ أَهْلُ الْكِتَابِ لَكَانَ خَيْرًا لَهُمْ مِنْهُمُ الْمُؤْمِنُونَ وَأَكْثَرُهُمُ الْفَاسِقُون
“Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah. Sekiranya ahli kitab beriman, tentulah itu lebih baik bagi mereka, di antara mereka ada yang beriman, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang yang fasik.” Ali Imran: 110

Kader dakwah adalah stabilisator umat yang menjadi tumpuan utama masyarakat. Ciri utama kader dakwah yang menjadi stabilisator umat adalah senantiasa melakukan ‘ishlah’ (perbaikan). Seorang kader dakwah tidak cukup hanya menjadi seorang yang shalih saja tapi harus menjadi seorang ‘mushlih’ (men’shalih’kan orang lain). Orang-orang yang shalih saja tidak cukup untuk menjadi penyelamat umat dari kehancuran.

Dalam sebuah hadits disebutkan bahwa Rasulullah saw. pernah ditanya: “Apakah kita akan dihancurkan walaupun di antara kita terdapat orang-orang sholihin.”? Rasulullah saw. menjawab, “Ya”, bila terdapat banyak kebobrokan atau keburukan. Allah swt. menegaskan dalam surat Huud ayat 117 yang artinya: Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim sedang penduduknya orang-orang yang melakukan ishlah (perbaikan).

Di antara ciri manusia yang tidak akan merugi adalah sebagaimana yang diungkap dalam surat Al-Ashr, yaitu senantiasa saling menasihati dengan kebenaran (saling menasihati untuk melakukan perintah Allah dan menjauhi larangan Allah) dan saling menasihati dengan kesabaran (maksudnya saling menasihati untuk bersabar menanggung musibah atau ujian). Surat ini amat penting sehingga ada riwayat dari Imam At-Thabrani dari Ubaidillah bin Hafsh yang menyatakan bahwa dua orang sahabat nabi bila bertemu, maka tidak berpisah kecuali membaca surat Al-Ashr, kemudian mengucapkan salam untuk perpisahan.

Imam As-Syafi’i pernah mengatakan: “Seandainya manusia mau merenungi kandungan surat Al-Ashr, pasti cukuplah itu bagi kehidupan mereka.” (lihat Mukhtashar Tafsir Ibnu Katsir, Juz III hal 674)

Di antara hak seorang muslim dengan muslim lainnya adalah bila dimintai nasihat oleh saudaranya tentang sesuatu maka ia harus memberinya, dalam artian ia harus menjelaskan kepada saudaranya itu apa yang baik dan benar. Dalam sebuah hadits disebutkan:

إِذَا اسْتَنْصَحَ أَحَدُكُمْ أَخَاهُ فَلْيَنْصَحْ لَه
“Bila salah seorang dari kamu meminta nasihat kepada saudaranya maka hendaknya (yang diminta) memberi nasihat.” (HR Bukhari)

Dalam hadits lain disebutkan:

الدِّينُ النَّصِيحَةُ لِلَّهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ وَعَامَّتِهِمْ
“Agama adalah nasihat bagi Allah, bagi Rasul-Nya, untuk para pemimpin umat Islam dan untuk para orang awamnya.” ( H.R Bukhari)

Maksud hadits di atas adalah:

Agama adalah nasihat, maksudnya bahwa sendi dan tiang tegaknya agama adalah nasihat. Tanpa saling menasihati antara umat Islam maka agama tidak akan tegak.

Agama adalah nasihat bagi Allah swt. artinya: Sendi agama adalah beriman kepada-Nya, tunduk dan berserah diri kepada-Nya lahir dan batin, mencintai-Nya dengan beramal shalih dan mentaati-Nya, menjauhi semua larangan-Nya serta berusaha untuk mengembalikan orang-orang yang durhaka agar bertaubat dan kembali kepada-Nya.

Agama adalah nasihat bagi Rasulullah saw. maksudnya: sendi tegaknya agama adalah dengan meyakini kebenaran risalahnya, mengimani semua ajarannya, mengagungkannya, mendukung agamanya menghidupkan sunnah-sunnahnya dengan mempelajarinya dan mengajarkannya, berakhlaq dengan akhlaqnya, mencintai keluarganya, sahabatnya dan para pengikutnya.

Agama adalah nasihat bagi para pemimpin umat Islam, maksudnya adalah bahwa tegaknya agama dengan mendukung dan mentaati mereka dalam kebenaran, mengingatkan mereka dengan kelembutan bila lalai atau lengah, meluruskan mereka bila salah.

Agama adalah nasihat bagi orang awam dari umat Islam (rakyat biasa bukan pemimpin), maksudnya bahwa tegaknya agama hanyalah dengan memberikan kasih sayang kepada orang-orang kecil, memperhatikan kepentingan mereka, mengajari apa-apa yang bermanfaat bagi mereka dan menjauhkan semua hal yang membahayakan mereka dsb.

Saling menasihati di antara kader dakwah adalah kewajiban. Karena di satu sisi bangkit dengan kebenaran adalah sangat sulit sementara di sisi lain hambatan-hambatan untuk menegakkannya sangat banyak, misalnya: hawa nafsu, logika kepentingan, tirani thaghut, dan tekanan kezhaliman.

Pemberian nasihat merupakan pengingatan, dorongan dan pemberitahuan bahwa kita satu sasaran dan satu tujuan akhir. Semua kader senantiasa bersama-sama dalam menanggung beban dan mengusung amanat. Bila saling menasihati ini kita lakukan bersama-sama, di mana berbagai kecenderungan individu bertemu dan saling berinteraksi, maka akan menjadi berlipat gandalah kekuatan kita untuk menegakkan kebenaran. Masyarakat Islam tidak akan tegak kecuali dijaga oleh sekelompok kader yang saling tolong menolong, saling menasihati dan memiliki solidaritas yang tinggi.

Para salafus shalih telah memberikan contoh luar biasa dalam hal saling menasihati. Sebagai contoh adalah Umar bin Al Khatab ra, pada suatu kesempatan ketika banyak pembesar sahabat yang mengelilinginya tiba-tiba salah seorang sahabat berkata: “Ittaqillaha ya Umar.” (Bertaqwalah kepada Allah wahai Umar!) Para sahabat yang mengetahui kedudukan keislaman Umar marah kepadanya, namun Umar r.a mencegah kemarahan sahabat-sahabatnya seraya berkata: Biarkanlah dia berkata demikian, sesungguhnya tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mengatakannya, dan tidak ada kebaikan bagi orang yang tidak mau mendengarnya.”

Itulah Umar yang termasuk dalam golongan sepuluh orang yang mendapat kabar gembira dijamin masuk surga, beliau sangat perhatian terhadap setiap nasihat yang benar yang ditujukan kepadanya.

Kita sebagai kader dakwah yang menjadi stabilisator umat, harus saling menasihati dan saling menerima berbagai nasihat yang baik dengan lapang dada, bahkan harus berterima kasih kepada yang mau memberi nasihat.

Terutama dalam kaitannya dengan aktivitas dakwah yang menginginkan kebaikan dalam segala kehidupan umat, berbangsa dan bernegara, kehidupan individu, social dan politik, sehingga adanya saling nasihat menasihati, dan menerima nasihat antar sesama kader dakwah, antara kader dakwah dan pemimpinnya, sebaliknya, yang pada akhirnya dapat saling memberikan ishlah -perdamaian-, tawaddud -cinta-, tarahum -kasih-sayang- antar sesama. Wallahu a’lam.